Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Fachmi Idris mengatakan sekitar 1 juta penduduk Indonesia berobat ke luar negeri. Jika setiap orang mengeluarkan biaya rata-rata Rp 20 juta, dalam setahun uang yang dibelanjakan ke luar negeri untuk kepentingan berobat mencapai angka Rp 20 triliun.
Wah... 20 T..gede juga ya duit yang mengalir dari Indonesia ke dokter-dokter atau rumah sakit luar negeri. Apakah pasien-pasien tersebut patut disalahkan rasa nasionalismenya? Apakah ada faktor-faktor lain yang membuat mereka memilih untuk berobat ke luar negeri daripada di dalam negeri? Siapa-pun pasti tidak ingin sakit bukan?
Berikut ini adalah contoh kasus dari pengalaman pribadi ayah saya mengenai berobat di rumah sakit dan dokter di negeri kita.
Tahun 2007 ayah saya melakukan operasi pemasangan cincin di jantungnya, di salah satu rumah sakit di Jakarta. Pemasangan cincin ini merupakan keharusan karena adanya penyumbatan di salah satu pembuluh darah yang menuju ke jantung. Setelah pemasangan cincin ini, maka rasa nyeri di dada ayah saya yang selama ini sering timbul, berangsur-angsur hilang.
Lalu di awal tahun 2009, ayah saya mulai kembali merasakan nyeri di dada dan cepat merasakan cape. Sebagai tindakan preventif maka dicek di salah satu dokter ahli jantung di Medan, yang kemudian disarankan untuk melakukan pengecekan di dokter di Jakarta. Di Jakarta, di salah satu rumah sakit di kawasan Sunter, maka dokter ahli jantung di rumah sakit ini mengatakan, harus dilakukan operasi pemasangan cincin sekian banyak dengan perkiraan biaya sekitar Rp. 150 juta. Hmm..
Sekembalinya dari Jakarta, maka kami semua berembug dan sepakat untuk mencari second opinion ke dokter di Singapur. Dengan ditemani adik saya, maka berangkatlah ayah saya dan ibu saya ke NUH - National University Hospital Singapore (http://www.nuh.com.sg, maaf ini bukan beriklan lho).
Setelah dilakukan serangkaian pengecekan total (General Check-Up) selama dua hari, maka hasil konsultasi dengan dokter sungguh sangat mengagetkan. Dokter mengatakan kepada ayah saya : Nothing wrong with your heart. Your heart is strong like a horse. Gubrakssss!! Tidak perlu ada operasi pemasangan cincin. Cincin yang dulu masih dalam kondisi yang bagus. Malah dokter tersebut bilang : Go home now..don't spend your money here..(hahaha..mungkin dokternya tau, kalau orang Indonesia itu doyan belanja..alias shopping).
Coba bayangkan kalau kami mengikuti kemauan dokter di Indonesia, maka biaya yang kami keluarkan akan sangat besar dan mungkin seperti 'membuang' uang. Saya tidak mengatakan kalau dokter di Indonesia itu jelek semua. Soal kemampuan, mutu dan kualitas dokter Indonesia serta fasilitas rumah sakitnya bisa dikatakan tidak kalah sama dokter dan rumah sakit di luar negeri. Hanya saja, dokter di luar negeri lebih unggul di mutu layanan dan menjadikan pasien sebagai pasien yang benar-benar mengharapkan kesembuhan dan bukan sebagai tempat untuk mengeruk keuntungan semata.
Soal mutu layanan inilah yang sering dicari pasien. Beberapa iklan di harian lokal Medan, gencar menawarkan "wisata" berobat baik ke Singapur maupun Penang/Melaka. All-in. Mulai berangkat dari Medan, pesawat, tempat penginapan serta rumah sakit semua diatur oleh mereka. Para dokter dan rumah sakit di negeri jiran ini tau memanfaatkan "weakness" rumah sakit dan dokter-dokter kita, dan menjadikannya sebagai "strength" dan "opportunity" untuk menjaring para pasien dari Indonesia.
Tidak semua rumah sakit dan dokter di Indonesia memiliki rapor yang merah. Saya setuju kalau kasus ayah saya, tidak bisa dijadikan gambaran umum bahwa semua rumah sakit dan dokter di Indonesia tidak bagus. Masih banyak koq yang mau memperlakukan pasien-pasiennya secara manusiawi. Masih banyak koq dokter-dokter yang masih setia dengan sumpah Hippocrates (sumpah dokter, lihat dan baca : http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Hippokrates). Tapi jika ada rumah sakit dan dokter yang masih menganggap bahwa pasien adalah sumber uang yang layak dikeruk, maka jangan salahkan jika jumlah pasien yang berobat ke luar negeri akan bertambah banyak, dan Indonesia akan semakin banyak kehilangan devisa.
Bagaimana teman-teman..apakah teman memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan dengan layanan rumah sakit dan dokter di Indonesia? Atau mungkin juga punya pengalaman yang menyenangkan? Boleh-lah di share...
PS : gambar saya ambil dari www.nbc.com. Emergency Room. Ini adalah salah satu film televisi kesukaan saya dulu, mengenai aktivitas dokter-dokter di Emergency Room.