Di Balik Minuman Isotonik

Minuman isotonik  semakin gencar menyerbu pasaran. Melalui iklan, produk ini dicitrakan mampu  mengganti cairan tubuh yang hilang dalam waktu singkat. Di balik kesan kesegarannya, minuman isotonik dapat berbahaya  apabila dikonsumsi sembarangan.

Sebuah iklan minuman  isotonik di televisi mengatakan, ion di dalam isotonik mampu menjaga  kelembapan kulit dan tubuh lebih baik daripada air biasa. Iklan lain  menyebutkan, kehilangan dua persen cairan tubuh akan menurunkan stamina dan  konsentrasi.

Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut  Pertanian Bogor, Fransiska Rungkat Zakaria, mengatakan, iklan produk  isotonik sebagian menyesatkan masyarakat. Di  iklan, seolah-olah isotonik bisa diminum siapa saja dan dalam kondisi apa  saja. Padahal, Fransiska mengingatkan, isotonik tidak bisa dikonsumsi  sembarangan karena minuman ini mengandung garam natrium (NaCl).

"Coba perhatikan labelnya, pasti ada kandungan Na dan Cl nya,"  tutur Fransiska. Ia menambahkan, minuman isotonik itu tidak lain adalah  larutan garam. Oleh produsennya, larutan itu kemudian diberi tambahan  zat lain, seperti vitamin. Ion yang disebut-sebut sangat bermanfaat bagi  tubuh sebenarnya juga tidak hanya terkandung pada isotonik. Setiap garam  yang dilarutkan dalam air, kata Fransiska, pasti akan berubah menjadi ion Na  dan ion Cl.

"Jadi, ion yang terkandung dalam sayur lodeh dengan ion dalam  isotonik itu sama saja," tutur Fransiska. Karena berisi garam, isotonik tidak boleh diminum sembarangan.  Apabila berlebihan, kadar garam dalam tubuh akan menyebabkan tekanan darah  tinggi atau hipertensi. "Bila sudah kena hipertensi, tinggal  menunggu  saja bagian tubuh mana yang jebol duluan," kata Fransiska.

Dari makanan

Apabila tubuh kita berkeringat, natrium  dan klorida yang terkandung dalam cairan tubuh ikut keluar melalui pori-pori  kulit. Jika kedua zat itu tidak digantikan, sel-sel tubuh kita lama-lama  akan rusak dan mati.  Persoalannya, dari manakah zat natrium dan klorida itu  diperoleh?

Apakah harus dari minuman isotonik? Jawabannya, tidak.   Menurut Fransiska, makanan yang kita konsumsi sehari-hari sudah cukup  untuk menggantikan natrium dan klorida yang keluar bersama keringat.  "Setiap kali masak, kita selalu menggunakan garam. Itu sudah cukup untuk  mengganti garam yang keluar dari tubuh. Bahkan berlebih,"  papar Fransiska. 

Ia mengingatkan, dalam kondisi normal, tubuh orang dewasa hanya  memerlukan 2,3 gram natrium per hari, sedangkan klorida hanya 50-100 mg.  Pada anak-anak, kebutuhan dua zat itu lebih sedikit dibandingkan dengan  orang dewasa. Apabila kita memasak tanpa garam, kebutuhan natrium dan  klorida juga sudah bisa dipenuhi dari bahan makanan. Ia mencontohkan, 1 ons  daging merah mengandung 70 mg natrium, sementara setiap 10 ons nasi  mengandung 10 mg natrium. Bahan makanan lain, seperti telur, daging  ayam, kacang-kacangan, buah, dan sayur, juga mengandung natrium. "Karena  itu, pada kondisi normal, kita tidak perlu lagi mengganti cairan tubuh  dengan isotonik," kata Fransiska.

Fransiska mengingatkan, isotonik lebih  cocok dikonsumsi atlet yang menggeluti olahraga berat. Pada atlet olahraga  berat, kebutuhan sodium memang lebih tinggi dari orang biasa, yaitu 5-7 gram  per hari. Meski begitu, sebaiknya dihitung lebih dulu apakah natrium dan  klorida yang dibutuhkan atlet bersangkutan sudah cukup didapat dari makanan  yang dikonsumsi. Bila masih kurang, boleh saja ditambah dengan isotonik.  

Di negara maju, kata Fransiska, ada lembaga yang meneliti dan menghitung  berapa jumlah natrium pada makanan yang dikonsumsi atlet. Hasilnya, menu  makanan yang dihidangkan tiga kali sehari itu sudah mengandung 6 gram  natrium.

Mengecoh

Meski isotonik tidak boleh dikonsumsi sembarangan, beberapa iklan produk  isotonik justru memakai model orang biasa (bukan atlet) sebagai konsumen  isotonik. Minuman isotonik itu juga ditenggak pada kondisi biasa saja,  seperti terjebak macet yang tidak selalu identik dengan keluarnya ion-ion  tubuh secara berlebihan. Bahkan disebutkan, tanpa menyebut kondisinya,  isotonik lebih baik dari air biasa.

Menurut Fransiska, iklan semacam itu  sangat menyesatkan masyarakat. Produsen boleh saja menarik pembeli dengan  iklan yang kreatif, tetapi dalam iklan juga harus dicantumkan informasi yang  jelas, bukan informasi menyesatkan.  Produsen seharusnya juga  mencantumkan peringatan minuman itu mengandung garam. Agar konsumen bisa  mengambil keputusan terbaik, harus disebutkan pula berapa jumlah garam yang  dibutuhkan manusia per harinya.

"Memang produsen akan ribut. Kalau label itu  diberlakukan, produk mereka tidak akan laku. Meski demikian, jangan karena  kepentingan ekonomi, kesehatan masyarakat dipertaruhkan," kata Fransiska.  Jadi, meski kelihatannya menyegarkan, hati-hati bila ingin mengonsumsi   isotonik.

Sumber : Forum-Pembaca- Kompas@yahoogrou ps.com

2 komentar:

elm said...

wah saya baru tahu, setelah tau saya akan kurangi deh....

---
Jika Anda membutuhkan info tentang kampus STMIK Jakarta silahkan klik website kami di http://jak-stik.ac.id

jabon said...

jabon

wah sama saaja ya sebenarnya minuman isotonok juga berbahya jika salah mnggunakanya

menurut saya lebih baik yang alami saja ya soalnya baik ... dan itu murni gak pake bahan pengawet seperti air he he hehe he


jabon