Macet Tiada Henti di Tanjung Priok

Penyedia dan pengguna jasa di Tanjung Priok mendesak pemerintah segera turun tangan mengatasi lambatnya pelayanan bongkar muat di Jakarta International Container Terminal (JICT) akibat antrean panjang truk peti kemas melalui terminal terbesar di pelabuhan itu sejak 8 Agustus.

Desakan itu disampaikan oleh Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo), Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Seluruh Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta, serta Organda Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) DKI Jakarta kemarin. Berdasarkan pemantuan Bisnis, antrean truk peti kemas dari dan ke JICT masih terjadi, bahkan semakin parah. Kemacetan akibat antrean tersebut menjalar hingga ke dalam areal pelabuhan sehingga berpotensi mengganggu arus barang dan peti kemas melalui terminal lain di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Sejumlah petugas kepolisian dari Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) dan petugas Administrator Pelabuhan Tanjung Priok tampak kewalahan mengatur arus truk peti kemas yang hendak keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok akibat kemacetan dan antrean di pintu gerbang JICT. Ketua Umum Depalindo Toto Dirgantoro mengatakan importir mengalami kerugian miliaran rupiah akibat antrean pelayanan di pintu keluar masuk JICT tersebut.

Kerugian itu akibat keterlambatan pasokan bahan baku industri, waktu pengapalan (clossing time), dan biaya keterlambatan pemakaian kontainer (demurrage). "Pemerintah melalui Tim Kepres Percepatan Arus Barang dan empat menteri terkait harus turun tangan dan meninjau langsung kondisi tersebut," katanya kepada Bisnis kemarin.

Dia mengatakan Depalindo telah mengonfirmasikan penyebab antrean truk peti kemas itu kepada direksi JICT, tetapi belum mendapatkan jawaban mengenai penyebabnya. Padahal, kata Toto, sebelum deklarasi antipungli di JICT pada 8 Agustus, kondisi seperti ini tidak pernah terjadi. "Ini menandakan pungli benar terjadi di JICT karena ketika hal itu diberantas tingkat pelayanan menjadi sangat lambat. Parahnya lagi, pelayanan bongkar muat di dermaga JICT juga melambat sejak Jumat lalu hingga hari ini [kemarin]," ujarnya. Dia meminta manajemen JICT bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi atas biaya yang timbul akibat keterlambatan pengapalan ratusan peti kemas ekspor dan pengeluaran barang impor melalui terminal itu.

Maradang Rasjid, Sekretaris Dewan Pimpinan Unit (DPU) Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) Tanjung Priok, mengatakan pemerintah dan menteri terkait harus turun tangan guna mengatasi kemandekan pelayanan di terminal itu. "Awal pekan depan angkutan pelabuhan bersiap untuk mogok jika tidak ada penyelesaian masalah tersebut," tegasnya.

Indikasi perlawanan

Rasjid mengungkapkan merosotnya tingkat pelayanan di JICT sejak pendeklarasian antipungli di terminal itu mengindikasikan terjadi perlawanan terhadap komitmen antipungli di lingkungan pekerja terminal peti kemas itu. "Ini kan aneh. Mestinya tanpa pungli pun pelayanan harus seperti biasa dilakukan. Tetapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya," ujarnya.

Widijanto, Ketua Bidang Kepabeanan Gafeksi DKI Jakarta, mengatakan pemerintah jangan tinggal diam dengan kondisi tersebut mengingat aktivitas JICT merupakan barometer kegiatan kepelabuhanan nasional. "Kalau ekspor impor terganggu akibat pelayanan keluar masuk barang melambat, ini akan memperburuk citra eksportir dan importir nasional dengan mitranya di luar negeri," katanya.

Untuk itu, Gafeksi DKI Jakarta mendesak menteri keuangan, menteri perhubungan, dan menteri terkait lainnya turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi sebenarnya. "Kalau tidak segera diatasi kemacetan dan antrean di pintu masuk itu, kondisinya akan bertambah parah menjelang libur akhir pekan ini."

Desakan juga datang dari pengusaha angkutan peti kemas Bandung. Cece Surakhman, penanggung jawab PT Tanah Selaras Mandiri, salah satu operator truk peti kemas di Bandung, mengatakan pemerintah harus mengantisipasi penumpukan peti kemas menjelang akhir tahun. "Peti kemas sering menumpuk di sekitar wilayah terminal peti kemas, khususnya pada hari-hari sibuk, seperti Kamis hingga Sabtu, apalagi dua bulan menjelang akhir tahun," katanya.

Dia mengatakan kepadatan di wilayah gerbang terminal peti kemas membuat truk yang baru masuk harus berkeliling menghindari penumpukan. Akibatnya, tidak sedikit peti kemas yang terkena closing time, walaupun sudah memiliki kartu masuk kapal. "Kondisi ini memicu terjadinya pungutan liar oleh petugas penjaga gerbang, karena peti kemas harus segera masuk kapal," katanya. Padahal, lanjut Cece, idealnya peti kemas yang telah mengantongi kartu masuk pelabuhan mendapatkan kepastian masuk kapal. Namun, kenyataannya tidak sedikit peti kemas yang terhambat akibat antrean truk di pintu masuk.
(k35/k1/Aidikar M. Saidi) (redaksi@bisnis.co.id)

0 komentar: