Jasa konsultan pajak bakal semakin laris dengan keluarnya aturan baru Menkeu soal kuasa pembayaran pajak. Perusahaan beromzet Rp. 2,4 miliar kini wajib menggunakan konsultan pajak.
Di sisi lain, aturan baru itu akan merugikan karyawan tetap divisi legal sebuah perusahaan yang selama ini menangani permasalahan pajak di perusahaan. Dengan kewajiban pemakaian konsultan pajak, karyawan divisi legal teracam jadi 'pengangguran'.
Selain konsultan pajak, karyawan tidak bisa berurusan lagi dengan aparat pajak dalam pembayaran pajak maupun urusan pajak lainnya.
Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22 Tahun 2008 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa Perpajakan yang dikeluarkan Menkeu Sri Mulyani beberapa waktu yang lalu.
"Para pengusaha sudah banyak yang memprotes peraturan ini," ujar akademisi perpajakan Darussalam, ketika dihubungi detikFinance, Kamis (24/7).
Dengan peraturan baru ini, perusahaan harus mengeluarkan dana tambahan untuk menyewa konsultan pajak yang tentunya tidak murah. "Jadi ini menimbulkan biaya tinggi bagi pengusaha, kenapa wajib pajak selalu dipersulit," ujarnya.
Darussalam menuturkan, ketika omset perusahaan sudah lebih dari Rp 2,4 miliar, karyawan tidak bisa mewakili perusahaan dalam hak dan kewajiban pajak. Angka itu dinilainya tidak beralasan.
Karyawan perusahaan yang selama ini menangani perpajakan di perusahaannya juga tidak bisa mendampingi perusahaannya ketika mengajukan keberatan atas pembayaran pajak. Pendampingan harus dilakukan juga oleh konsultan pajak yang sudah diakui. Padahal belum tentu si konsultan pajak itu lebih memahami dengan mendalam perusahaannya ketimbang karyawan yang bersangkutan.
"Jadi buat apa pengusaha selama ini mendidik karyawan dengan gaji Rp 5 juta sebulan supaya lulus pendidikan perpajakan, bahkan sudah ada yang sampai di jenjang S2. Lantas buat apa universitas mengeluarkan produk lulusan S1 pajak," ujarnya.
Peraturan ini menurutnya malah memundurkan sistem perpajakan dan membuat suasana yang tidak kondusif dalam perpajakan.
0 komentar:
Post a Comment