Selamat Datang Koran Digital!

Tanpa banyak kata dan wacana, Harian Kompas tampil dalam bentuk digital pada 3 Juli 2008. Dua hari sebelumnya, mengawali bulan Juli, Harian Kontan yang masih saudara Kompas juga hadir dalam bentuk digital. Dalam waktu tidak lama lagi, sejumlah bisnis penerbitan Kompas Gramedia kemungkinan hadir dalam bentuk digital ini.

Dalam bisnis digital publishing, koran digital biasa disebut e-paper atau electronic paper. Apa perbedaan e-paper Kompas dengan Kompas Online atau Kompas.com yang selama ini ada? Mungkinkah pelanggan Kompas cetak beralih ke e-paper Kompas yang bisa diakses melalui internet itu? Apakah ini pertanda segera berakhirnya era koran cetak?

Kompas digital yang bisa diakses di http://epaper.kompas.com atau http://www.kompascetak.com dari segi fisik berbeda dengan isi Kompas.com yang biasa diakses di http:// www.kompas.com. Karena Kompas digital mengadopsi Portable Document Format (PDF) yang dikembangkan Adobe System, tampilannya sama persis dengan versi cetak. Bedanya, Kompas digital hanya bisa diakses melalui internet dengan alamat yang sudah disebutkan tadi. Perusahaan yang menangani digitalisasi Kompas ini adalah Softpress.

Dengan menggratiskan Kompas digital, apakah orang akan berhenti berlangganan Kompas cetak? Jika berhenti berlangganan, masih maukah para produsen memasang iklan di Harian Kompas? Jadi, apa keuntungan yang bisa diraih jika sebuah perusahaan koran beralih ke bentuk digital? Akan dikemanakan versi online koran itu?

Media Baru

Bermetamorfosanya koran cetak menjadi sebuah koran digital, seperti yang terjadi pada Kompas dan Kontan, akan memberi peluang kepada keduanya memasuki dunia baru dalam bisnis online yang disebut New Media atau media baru. Media baru itu, antara lain, berita-berita online, blog, podcast, streaming video, dan social network (jejaring sosial). Saat Kompas digital hadir, secara alamiah ia mengadopsi segala bentuk media baru itu.

Dalam kasus Kompas.com yang sudah memiliki berbagai konten, karena Kompas digital hadir belakangan, otomatis ia sudah memasuki New Media karena Kompas.com sudah memiliki berita online, blog, dan streaming video. Bahkan lebih dari itu, Kompas.com dilengkapi televisi (KompasTV dan SelebTV), radio (K-Radio), dan video (VideokuTV). Semua konten media baru itu tentu bisa diintegrasikan ke dalam koran digital.

Ke depan, jika foto sebuah berita di-klik, ia akan di-link ke KompasTV atau K-Radio sehingga foto dalam Kompas digital akan berubah wujud menjadi video! Hal yang sama terjadi pada iklan. Ambil contoh iklan mobil di Kompas digital. Saat iklan itu di-klik, bisa tampil streaming video mengenai mobil itu saat sedang melaju, keandalan mesin, kenyamanan interior, bahkan transaksi langsung.

Saat dunia menghadapi ancaman global warming, niscaya ketersediaan kertas koran untuk konsumsi dunia pun jadi persoalan. Dengan koran digital, para pemilik koran tak harus dipusingkan lagi dengan ketersediaan kertas yang semakin menipis yang otomatis semakin mahal harganya. Harga kertas yang mahal akan menyengsarakan pelanggan. Semua persoalan itu akan berhenti saat koran digital hadir.

Memang persoalan yang dihadapi saat ini adalah masih mahalnya akses internet dan terbatasnya kepemilikan komputer atau ponsel berinternet. Akan tetapi, seiring kesadaran pemerintah terhadap pentingnya warga negara tersambungkan satu sama lain dan akses kepada informasi, hot spot di tempat-tempat kerumunan orang, seperti alun-alun kota, akan semakin menjamur. Siapa tahu pemerintah ini ke depan menyubsidi rakyatnya untuk memperoleh akses internet murah. Komputer pribadi dan ponsel sebagai sebuah gadget teknologi, kian hari kian murah yang semakin terjangkau masyarakat.

Interaktif partisipatif

Hadirnya koran digital dengan sendirinya menyambut sebuah generasi yang disebut digital native yang dari sono-nya akrab dengan internet. Sementara itu, generasi yang bergantung pada koran cetak akan hilang dan punah sesuai tuntutan alamiah. Karena media koran digital seperti Kompas hadir melalui internet yang sudah diakrabi digital native ini, mereka tidak lagi harus diarahkan dan disuruh-suruh untuk membaca koran.

Koran digital yang dihadirkan berkat internet akan mengikuti nature media online yang bersifat interaktif dan partisipatif. Ini pulalah keuntungan yang ditawarkan koran digital ke depan, yakni interaktif dan partisipatif dalam bentuk konten yang beragam. Bisnis media sekarang ini tidak lagi mengandalkan kekuasaan editor yang terbiasa menjejali pembacanya dengan konten teks yang menurut mereka penting. Mulailah mengerti lebih baik lagi keinginan pembaca, termasuk memikirkan bentuk medianya.

Selain dalam bentuk web dan RSS (web feed), koran digital bisa hadir dalam bentuk mobile melalui ponsel berinternet dan podcast yang kontennya bisa diunduh (down load) setiap saat. Jika buku elektronik Kindle yang seukuran PDA saja sudah bisa menampilkan sejumlah konten berita dari berbagai media online, tinggal menunggu hitungan hari bagi Kompas digital untuk hadir dan ditawarkan dalam bentuk mobile di ponsel!

Akan gratis atau berbayarkah Kompas digital itu seterusnya? Sampai tulisan ini diturunkan, Kompas digital masih dibiarkan gratis. Pengakses Kompas digital juga tidak terbebani keharusan mengisi login atau memasukkan password. Tinggal buka alamatnya dan buka halaman demi halaman semudah membaca koran kertas. Tetapi, sampai sejauh mana Kompas digital digratiskan? Ini bisnis, pastilah ada hitung-hitungannya.

Lumrah terjadi dalam bisnis koran digital bahwa pengguna pun dibebani biaya berlangganan meski lebih murah dibanding ketika harus berlangganan koran cetak. Mungkin seperempat atau seperlima dari harga berlangganan koran kertas. Namun, yang harus diingat, dalam bisnis online segala yang berbayar akan segera ditinggalkan orang. The New York Times yang semula mengenakan biaya langganan bagi pengaksesnya akhirnya menggratiskan seluruh kontennya.

Sebenarnya jika digratiskan pun, asalkan lembaga semacam AC Nielsen bisa diyakinkan bahwa pelanggan koran cetak beralih ke koran digital, tak menjadi masalah. Bahkan, tidak harus takut tiras koran cetak turun drastis jika pembacanya beralih ke koran digital yang bisa mengukur berapa pengakses, lama mereka membaca, dan apa yang mereka baca.

Orang iklan pun akan dengan kreatif menguangkan (monetize) koran digital itu sebagai "tambang iklan baru" dengan iklan yang berbentuk rich media seperti streaming video. Belum lagi perolehan iklan mobile saat koran digital sudah bisa diakses lewat ponsel atau podcast. Siapa tahu.

By : PEPIH NUGRAHA

1 komentar:

Anonymous said...

format epapernya bukan PDF tuh...
Softpress memiliki format sendiri, sehingga jika didownload akan memiliki format .PNG & .JPG yang terpisah...

JawaPos sudah mendahului untuk Electronic Newspaper di Indonesia. Silahkan dicek di www.versipdf.jawapos.co.id.
Selain jadi pionir, mereka juga memberikan file PDF yang bisa didownload secara cuma-cuma.