UU ITE : kalau memang harus direvisi, kenapa tidak?

UU ITE

Kasus yang menimpa Prita Mulyasari sudah 'melebar' kemana-mana. Pihak Kejaksaan Agung telah memeriksa PN Tangerang dan sudah mengakui ada kelalaian dalam penanganan kasus tersebut. Pengurus Besar IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sudah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini. Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi IX DPR dan RS Omni, pihak Komisi IX akan mengirimkan rekomendasi ke Departemen Kesehatan untuk mencabut izin operasional RS Omni Internasional. Bahkan kasus ini sudah mendunia. Di headline Strait Times tanggal 3 Juni 2009 tercantum : Jailed for Hospital Complaint.

Dalam satu acara bincang-bincang antara Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo Gatot Dewa Broto dan seseorang yang mewakili blogger (saya lupa namanya) serta Prita Mulyasari di salah satu stasiun televisi swasta, Gatot Dewa Broto mengakui bahwa kurangnya faktor sosialisasi UU ITE  No. 11 Tahun 2008 sedikit banyak menimbulkan masalah di masyarakat. Dari acara ini juga saya baru mengetahui (termasuk Prita Mulyasari) bahwa selain tidak tepatnya pasal 27 ayat 3 dari UU ITE dikenakan kepada Prita Mulyasari, ternyata ada pasal lain yang menyangkut mengenai penahanan yaitu dalam pasal 43 ayat 6 : "Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam".

Tapi yang terjadi di lapangan adalah berbeda. Niat baik dari Prita Mulyasari memenuhi panggilan PN Tangerang, tidak serta merta ditanggapi secara baik dan bahkan pada hari yang sama PN Tangerang langsung menahan dan memasukkan Prita Mulyasari ke dalam penjara. Apakah ada unsur 'kerjasama' antara RS Omni dan pihak pengadilan? Atau benarkah informasi bahwa adanya pemberian layanan gratis kepada jaksa di Kejari Tangerang oleh Omni International? Saya tidak tau dan tidak mau mencampuri sampai ke sana.

Yang hendak saya soroti adalah, apakah karena kurangnya faktor sosialisasi UU ITE ini, sehingga pihak kejaksaan tidak mengetahui dan meneliti adanya pasal 43 ayat 6 seperti yang telah disebut di atas. Lha, kalau saja pengadilan Negeri Tangerang yang jaraknya hanya 'sepelemparan batu' dari Ibukota Jakarta dimana UU ITE ini disahkan tanggal 21 April 2008 tidak mengetahui secara lengkap isi UU ITE ini, bagaimana pula dengan kantor-kantor kejaksaan yang ada didaerah-daerah? Jangan-jangan ada jaksa yang malah baru mengetahui adanya UU ITE karna kasus Prita Mulyasari ini mencuat.

Alangkah bijaksananya bila pihak Depkominfo mau me-review pasal-pasal mana yang masih bersifat multitafsir, yang masih banyak menimbulkan masalah dan bahkan kalau perlu merevisinya. Kita semua butuh payung hukum/aturan seperti UU ITE ini, itu pasti. Tapi jika ada pasal-pasal yang membuat masalah, dan bahkan menjadikan semacam ketakutan bagi masyarakat untuk mengekspresikan kebebasannya, jelas kita tolak. Pak Gatot sendiri menyatakan bahwa dengan kasus Prita ini, pihaknya khawatir jika gelombang penolakan terhadap UU yang masih seumur jagung itu bertambah besar.

Pak Gatot, bapak tentu tidak ingin-kan, para blogger yang katanya jumlahnya sudah hampir 1 juta ini, jadi takut untuk posting, takut dipenjara, lalu berhenti posting dan hanya posting job ripiu saja? hehe...Padahal kalau hanya posting job ripiu aja juga ngga baik pak..PR blog pasti digebuk sama om gugel. Bapak juga tidak ingin-kan, kalau semua orang menjadi trauma seperti yang dialami Prita?

Mudah-mudahan semua pihak terkait mau mengkaji ulang UU ITE sehingga UU ini benar-benar dapat melindungi semua warga, dan bukan dijadikan alat bagi pihak-pihak tertentu untuk menghukum pihak lain, terutama pihak yang lemah. Dan kita tidak perlu menunggu sampai ada Prita-prita lain, barulah UU ITE ini direvisi. Kalau memang harus direvisi, kenapa tidak?

PS : Pak Gatot, saya menulis artikel ini tidak kena pasal 27 ayat 3 UU ITE kan?

Sumber gambar : www.stephenlangitan.co.nr

42 komentar:

suryaden said...

CABUT !!!

anggaarie said...

wah harus cepet-cepet diselesaikan tuh, kalo tidak bisa bahaya. apalagi sebentar lagi anggotanya diganti..

nyoman said...

iya nih sebelum pilpres

Astrini Ayu Puspita said...

wah ga bener nih
makan korban

Lyla said...

kalo salah ngomong bisa2 masuk penjara ribet dah...

Yanuar Catur said...

kalau memang direvisi, ya buruan donk
jangan rapat melulu yang panjang,,
ngabisin uang rakyat trus nih orang2 disono yang sibug rapat
hehehehehehe

Septian said...

Kalo gak salah undang2 ITE masih dalam tahap uji coba...belum disosialisasikan....yg penting jangan sampe blogger ditangkep polisi gara2 menyuarakan pendapat...hehehehe

#Bara said...

Selain direvisi undang2nya, kayaknya aparat hukum di negeri kita juga harus direvisi mas..he he.
Jujur saja banyak kasus yg peradilan yg dimenangkan oleh para pemilik uang..seperti permainan jual beli saja, jika mental para penegak hukum di negri kita masih seperti ini, walaupun gak semua tapi yg jelas lebih dominan karena uang, akan selalu ada celah untuk memenjarakan orang kecil.
Setuju jika UU ITE direvisi karena akan membungkam kebebasaan berpendapat.

dio said...

mudah-mudahan ibu Prita kasusnya segera selesai dan yang salah tetap salah

Joko Blog said...

mendukung untuk direvisi, kalo UU itu emang bisa menimbulkan salah tafsir (banyak tafsir berbeda) yang merugikan masyarakat/rakyat...

nada said...

kalo nada
jangan direvisi bang
tapi dihapus aja

Novian said...

Blogwalking @ afternoon, happy blogging, visit me back ok.

reni said...

Setuju deh Bang.., harus dilakukan revisi terhadap UU ITE....!!
Kita usulkan aja pada anggota dewan yg baru terpilih sebagai agenda kerja pertama mereka...
Hehehe... maunya... ^_^

mareas nami sipayung said...

"Pak Gatot, saya menulis artikel ini tidak kena pasal 27 ayat 3 UU ITE kan?"


********Semoga saja tidak hahahaha ***********

Anonymous said...

Kalau tidak salah UU ITE ini sudah pernah mengalami judicial review melalui MK, tetapi MK memenangkan pemerintah dengan alasan kehormatan seseorang perlu dijaga. Karena itu pasal ini tetap dipertahankan. Sejauh ini saya tidak tau, apakah Judicial Review sebuah produk perundang-undangan bisa dilakukan lebih dari sekali. Kalau membaca e-mail Ibu Prita, terkesan Pasal pasal 27 UU ITE ayat 3 dikenakan sebagai pasal dakwaan sangat dipaksakan. Pasal karet yang multitafsir seperti ini memang rawan dipermainkan bahkan diperjualbelikan. SAngat tergantung siapa yang sedang berperkara dan sekuat apa dia mampu membayar. Sebagai pribadi, saya tidak melihat alasan yang cukup kuat bagi kejasaan untuk mendakwa ibu prita melanggar UU ITE Pasal 27 ayat 3.

Intinya, tingkatkan moral akhlaq para penegak hukum kita. Karena negeri ini masih banyak dihuni para penyamun dan para jaksa-jaksa nakal, hakim nakal dan pilisi nakal yang bila melihat duit yang banyak nolnya, asas keadilan ditepis. Jadilah hukum hanya milik orang berduit.

Yudie said...

betul Pak...UU ITE memang perlu ditinjau ulang... banyak pasal yang "abu-abu" (pasal karet). Ini bisa menjebak "prita-prita" baru lagi klo gak segera dibenerin.

Yudie said...

betul Pak...UU ITE memang perlu ditinjau ulang... banyak pasal yang "abu-abu" (pasal karet). Ini bisa menjebak "prita-prita" baru lagi klo gak segera dibenerin.

kakve-santi said...

bakar saja ah..

bikin undang - undang..
tapi gak pernah disosialisasikan...

dj hendry said...

sudah seharusnya sob UU harus di revisi biar masyrakat indo tentram.

alphawave said...

setuju bang... segera direvisi karena sudah banyak yang gak sesuai...

FMA said...

setuju memang harus ada perubahan

yulia said...

wah..ribet yach,
salah omong bisa2 masuk penjara..

Ria Nugroho said...

hukum indonesia harus dipertanyakan ckckckck

firmanzr said...

ada bener nya jg tuh .... rubah aj lah...

Arju Ashari Risandika said...

komentaku wajar-wajar aja ya mas,takut kena uu ite

Dilarang Melarang said...

RS OMNI na mau cari sensasi...
http://nagapasha.blogspot.com

Franky said...

Perlu memang direvisi lagi."Lebih cepat lebih baik"...

pengguna said...

harus ditinjau ulang...

ikhwan said...

Sebenarnya UU ITE ini tidak akan jadi masalah jika para penegak hukumnya (terutama jaksa dan polisi) sebagai penyidik bertindak profesional. Maksudnya saya, setiap kasus, harus dicermati dengan baik, layak atau tidaknya suatu pasal dikenakan sebagai dakwaan dan tuntutan, seperti kasus yang dialami ibu Prita. Sekarang coba liat, sudah terciumkan bau konspirasi antara Jaksa dengan RS Omni terkait dengan pengenaan pasal ini. Kita tunggu hasil persidangan kasus ini, kalau perlu, sebagai blogger mari kita bersatu melakukan tekanan agar UU ITE ini dicabut saja, toh tidak ada manfaatnya.

nindrianto said...

setuju bos..harus direvisi tuuh..

Novian said...

wah itu harus,,
Blogwalking @ Night, happy blogging, visit me back ok.

nyoman said...

repot gini jadinya ya

Dinoe said...

Benar bang, harus direvisi agar tidak rancu....maaf bang..saya baru mampir, 3 hari kemaren saya lg off.

Seti@wan Dirgant@Ra said...

yang penting penerapannya sesuai aturan. Jangan malah disalah artikan.

4viv said...

sepertinya jadi PR anggota Dewan yang baru..
..

tito said...

mantaps neh pembahasannya, mudah2an saja benar2 di revisi! ^_^

goceng said...

hebartz boss, sy gak mau kebebasan q terkekang...lebih baik direvisi ulang aja

goceng said...

hebartz boss, sy gak mau kebebasan q terkekang...lebih baik direvisi ulang aja

Q_XidiX said...

Kasihan ya Bu Prita... kalau dipikir2 UU ini sangat membatasi pendapat ya... padahal UUD menjamin kebebasan berpendapat...

Anonymous said...

wahb gue kapan nih baru bisa ikut konvoi moge !! heeee!1

aria said...

emang kurang sosialisasi, lha jaksa yang menangani aja kurang paham gitu kok. Yg melanggar itu kan yg tdk berhak. Prita sbg konsumen kan berhak berpendapat atas pelayanan yg diterimanya

lukisan minimalis said...

seperti kata pepatah
"fan shi gan ji"
apapun yg terjadi harus kita syukuri"
nice,..