Dear TDAers,

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih atas apresiasi para sahabat yang telah membaca posting di blog saya.

Sengaja saya posting juga di milis agar para sahabat yang belum sempat berkunjung ke blog saya bisa ikut mengambil hikmah.

Selamat menikmati.

Per hari ini, tepat setahun yang lalu, saya mengalami sebuah pengalaman yang luar biasa. Pengalaman bahwa Tuhan memang selalu mengabulkan doa kita.

Pengalaman betapa ikhlas mempunyai kekuatan yang amat dahsyat. Pengalaman bahwa Tuhan memang benar benar ada. Semoga dengan sharing ini, teman teman bisa ikut mengambil hikmah dan pelajaran.

Kisah ini berawal dari kuputusan nekad saya untuk membeli sebuah kios di Tamini Square. Keputusan tersebut tidak lepas dari provokasi di berbagai media mengenai investasi pada kios di mall yang tampak sangat menguntungkan.

Saat itu banyak ulasan meyakinkan saya bahwa harga kios di Tamini Square tersebut akan naik drastis setelah grand opening. Di sisi lain, keinginan saya untuk mempunyai passive income dari penyewaan kios amat kuat saat itu.

Berbekal pengalaman menyelesaikan angsuran kios di Cikarang Trade Centre, walaupun secara itungan di atas kertas tidak masuk akal, saya kembali berspekulasi di Tamini Square. Harga kios yang amat mahal juga tidak mengurungkan niat saya.

Padahal Saat itu saya boleh dibilang tidak punya cukup uang untuk membayar DP-nya. Namun keinginan yang "membabi buta" tersebut tak ayal lagi membuat saya menutup mata atas berbagai hal yang mestinya dipertimbangkan matang matang.

Awalnya memang tidak ada masalah. Saya masih bisa membayar angsuran dari berbagai sumber cash flow yang ada. Namun beberapa bulan setelah grand opening, saya kehabisan amunisi juga, beberapa sumber cashflow yang saya harapkan, macet total.

Tak lupa saya selalu menagih janji developer/marketing yang akan mencarikan penyewa saat grand opening. Namun dari beberapa peminat, selalu berujung dengan pembatalan. Suatu ketika, pihak marketing mengatakan kalau saya mau menyewakan dengan harga 15 jt/setahun (dari harga pasar 20 jt-an), maka ada yang berminat. Ketika saya follow up, ternyata tidak terbukti juga.

Sebetulnya saat itu, saya sangat mengharapkan cash flow dari bagi hasil bisnis penjualan dan penggemukan kepiting bakau yang dijalankan oleh teman saya. Namun sayang, jangankan bagi hasil, uang pokoknya saja, sampai saat ini tidak bisa dikembalikan. Uang yang saya investasikan lenyap begitu saja. Hal ini pernah saya ceritakan dalam posting "ongkos belajar".

Dalam kondisi kepepet, karena denda keterlambatan terus berjalan, terpaksa saya "mengkaryakan" kartu kredit untuk membayar angsuran. Sampai sampai saya mempunyai 5 buah kartu kredit dengan tagihan nyaris mendekati batas limitnya.

Sampai akhirnya pada suatu titik, saya tidak bisa berkutik lagi. Kios tidak juga ada yang menyewa, sementara untuk buka sendiri, kondisinya juga belum memungkinkan. Sayapun tidak mampu lagi membayar angsuran bulanan.

Saya menerima Surat Peringatan I,II, dan III. Negosiasi yang saya lakukan hanya berhasil memundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran. Sementara denda terus berjalan. Saat itu saya masih terus berusaha mencari penyewa dengan memasang iklan di harian Pos Kota. Namun nampaknya memang belum menjadi rejeki saya.

Akhirnya pihak developer memberikan ultimatum. Mereka tidak mau mengerti juga. Kios saya akan hangus jika cicilan yang tertunggak tidak segera dibayar. Saya tidak menyangka kalau peraturannya seketat itu. Ketika menandatangani surat pemesanan kios, di balik slip pemesanan memang ada pasal pasal yang tertulis dengan huruf yang amat kecil, yang menyatakan kepemilikan kios akan hangus jika angsuran tidak terbayar setelah kurun waktu tertentu.

Saya memang diminta memberikan paraf di balik slip pemesanan tersebut.
Sayangnya saya tidak membacanya semua, karena tulisannya amat kecil dan pihak marketing juga tidak menjelaskan apa apa. Satu satunya solusi, pihak developer meminta saya melakukan over kredit kios tersebut. Walaupun mereka menyatakan akan membantu, namun saya lihat mereka kurang serius melakukannnya.

Saya pun mengambil keputusan untuk menjual kios tersebut. Saya pasang iklan lagi di harian Pos Kota. Respon lumayan banyak. Beberapa kali saya bolak balik ke Tamini Square untuk bertemu dengan para peminat. Ada juga peminat yang hanya iseng saja. Sudah janji ketemu dengan saya tapi kemudian nggak datang tanpa pemberitahuan. Karena kesulitan uang, saya sempat pinjam uang ke teman saya senilai 2 juta. Saat itu dia mentransfernya pada hari Kamis.

Pada hari Sabtunya, saya menerima telpon dari seorang yang mengaku bernama Haryawan SH. No telpon yang dipakainya saat itu adalah 0818708171. Dia berminat untuk membeli kios saya. Kebetulan saat itu saya sedang dalam perjalanan menuju Tamini Square untuk bertemu peminat lainnya. Sore itu beberapa kali Pak Haryawan telpon saya untuk membicarakan harga.

Akhirnya sayapun mendapatkan penawaran yang sangat baik. Kesepakatan transaksi tersebut terjadi hanya melalui telepon. Padahal saya sudah meminta dia untuk melihat dulu letak kiosnya. Dia menegaskan bahwa sebelumnya dia sudah lihat letak kios saya, sehingga tidak perlu melihatnya lagi. Dia meminta no rekening saya untuk mentransfer tanda jadi sebesar 5 juta rupiah.

Senang sekali perasaan saya saat itu. Sayapun tidak sabar menunggu. Saya bolak balik ke ATM BCA yang ada di dekat Carrefour Tamini. Namun transfer belum masuk juga.Padahal pembeli tersebut menelepon saya, bahwa dia sudah mentransfernya.

Akhirnya dalam perbincangan melalui telpon, dia menghubungi Halo BCA untuk meminta penjelasan. Setelah melakukan pengecekan, Petugas dari Halo BCA menjelaskan bahwa memang sudah terjadi transfer dari rekening pembeli ke rekening saya. Namun karena kendala teknis, uang tersebut belum bisa sampai saat itu.

Berhubung waktu itu hari Sabtu, transfer baru akan sampai pada hari Senin depan. Semula saya pikir ,"ya, sudah." Saya tunggu saja. Akan saya cek Senin depan. Tapi pembeli bersikeras minta tolong kepada Petugas Halo BCA tersebut agar menuntaskan hal ini. Karena transaksi ini sangat penting sifatnya. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa membeli kios saya.

Petugas Halo BCA pun bersedia membantu dengan catatan saya diminta untuk ke ATM BCA terdekat. Kalau sudah berada di ATM, saya diminta telpon/misscall pembeli, agar dia bisa menghubungi kembali Halo BCA dan memandu sebuah rangkaian proses tertentu, sehingga uang yang sudah ditransfer akan sampai saat itu juga.

Saat itu sebetulnya saya sudah memutuskan untuk menunggu masuknya uang, hari Senin aja. Nggak masalah kata saya. Namun pembeli terus mendesak saya. Dalam perjalanan pulang, saya memutuskan untuk tidak ke ATM BCA seperti permintaan pembeli. Namun ketika mikrolet yang saya naiki sampai daerah HEK Jakarta Timur, calon pembeli tersebut kembali menelepon dan meminta saya untuk
mengecek ke ATM. "Mungkin transfer sudah masuk," katanya.

Entah mengapa sayapun menurutinya. Saya kemudian turun di depan pasar Kramat Jati Jakarta Timur, karena saya tahu ada ATM BCA disana. Tepatnya di lantai dasar sebelah kiri. Setelah mengecek saldo, dan tidak ada perubahan. Saya menghubungi calon pembeli. Dia kembali meminta saya untuk menunggu di ATM sambil menghubungi Halo BCA untuk meminta bantuan.

Singkat cerita oleh petugas dari Halo BCA, saya "dibantu" agar transfer tersebut masuk saat itu juga. Sayapun diminta untuk memasukkan kartu ke ATM di sana dan melakukan beberapa rangkaian transaksi layaknya melalui internet banking.

Urutan persis transaksinya saya lupa. Cuma saya masih ingat secara tidak disengaja, petugas Halo BCA tersebut sempat meminta informasi jumlah saldo saya. Diapun memberi arahan untuk memencet berbagai menu dalam ATM tersebut.

Namun sayang setelah dicoba, ternyata transfer belum masuk juga, akhirnya petugas menginformasikan bahwa proses transfer tersebut tidak bisa diselesaikan sekarang karena saya tidak mempunyai pin internet bangking. Uang tetap akan masuk pada hari senin depan.

Sampai saat itu saya tidak terlalu curiga, namun terus terang hati saya juga bertanya tanya. Ada yang aneh. Bukankah kalau kita transfer seharusnya langsung masuk saat itu juga. Tapi entah kenapa kata hati tersebut tidak saya perhatikan. Setelah transaksi tersebut saya juga tidak mengecek saldo hingga hari senin berikutnya.

Dua hari berikutnya (Senin), saya mengecek saldo saya. Hati saya kaget luar biasa. Saldo di rekening saya hanya tersisa beberapa puluh ribu saja. Saya baru sadar kalau saya ternyata telah tertipu oleh sindikat penjahat lewat ATM. Walaupun saat itu saya tidak menekan tombol transfer dari menu ATM tersebut. Ada modus operandi yang cukup canggih yang mereka gunakan sehingga saya tidak curiga.

Kondisi tertekan juga membuat saya mudah sekali dipengaruhi oleh kekuatan dari luar. Saya seperti tidak sadar. Setelah menyadari bahwa saya telah tertipu, saat itu badan saya langsung lemas. Padahal uang yang ada di ATM tersebut adalah pinjaman dari teman saya yang baru ditransfer 2 hari sebelumnya. Terbayang di mata saya betapa besar hutang saya saat itu.

Keputusan saya yang kurang bijaksana dalam pembelian kios tersebut telah membenamkan saya dalam lautan hutang. Lima buah kartu kredit dengan tagihan mendekati limit. Belum ladi KTA dari dua buah bank. Plus angsuran kios yang sebentar lagi malah akan hangus begitu saja.

Jika hal ini sampai terjadi, usaha saya yang gagal akan diperparah lagi oleh tumpukan hutang yang timbul akibat pembelian kios tadi. Dan kios itupun akan lepas juga tak berbekas. Saya benar benar dalam tertekan saat itu. Untuk menghibur hati yang amat galau, dari ATM yang masih berada di area kantor, saya langsung pergi ke mesjid yang berada di lt.2. Saya mengambil air wudhu dan melakukan sholat sunnah. Saya ambil Al Quran dan langsung membukanya. Saya baca surat Yaasin sebanyak tiga kali berturut turut.

Saat itu saya sempat menitikkan air mata. Terbersit sebuah pertanyaan : "Mengapa hal ini terjadi pada diri saya." Bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Berbagai pertanyaan terus menggelayuti pikiran saya. Antara berbaik sangka dan berburuk sangka pada Tuhan. Semuanya silih berganti muncul di pikiran saya. Saya terus berusaha mengendalikan pikiran saya. Saya beristigfar, memohon ampun atas kesalahan kesalahan saya.

Sore harinya ketika dalam perjalanan pulang ke rumah, saya terus merenung dalam bus jemputan. Saya terus introspeksi diri. Kenapa yang terjadi saat ini justru berlawanan dengan yang saya harapkan. Saya tidak tahu lagi bagaimana memberitahukan hal ini kepada istri saya. dari dulu sebetulnya dia memang keberatan dengan keputusan saya soal kios di Tamini tersebut.

Sesaat kemudian saya ingat orang tua saya. Sudah lama saya tidak menghubungi mereka. Bayangan mereka terus merasuk dalam pikiran saya. Adakah sesuatu yang mereka tidak ridhoi pada diri saya sehingga saya mengalami hal seperti ini. Saya terus meraba raba, apakah saya telah melakukan sesuatu yang melukai hati mereka. Saat itu, mata saya langsung berkaca kaca. Saya tidak kuasa menahan tangis saya. Saya langsung mengambil handphone di saku celana saya. Saya ketik sms buat orang tua saya. Saya sungkem dan minta maaf atas
kekhilafan saya.

Saya juga mohon mereka untuk mengihklaskan jika ada sesuatu yang mengganjal tentang diri saya. Saya kirim sms tersebut disertai perasaan rindu yang amat sangat. Saya ingin sekali membagi beban saya. Tapi itu tidak mungkin saya lakukan. Saya tahu beban mereka sudah sedemikian berat. Lagi pula , sejak dulu saya terbiasa menyelesaikan masalah saya sendiri. Tepatnya semenjak saya harus tinggal di kos ketika melanjutkan ke SMP. Saya hanya berharap doa mereka akan meringankan beban saya. Semoga mereka memaafkan kesalahan
kesalahan saya.

Tantangan berikutnya adalah menjelaskan hal ini kepada istri saya. Bagaimana saya harus menceritakan hal ini agar dia ikhlas dengan semua yang saya alami. Saya mesti bisa memilah milah, agar dia tidak terlalu terbebani dengan hal ini. Tak lupa saya selalu melantunkan doa dalam setiap sholat saya. Dalam kondisi seberat ini, kepada siapa lagi saya harus mengadu selain kepada Tuhan. Saya terus memanjatkan doa agar tuhan memberikan kemudahan dan jalan keluar kepada saya.

Untuk mengatasi himpitan ekonomi karena lilitan hutang yang meunmpuk, saya memulai usaha penjualan emping dan kerupuk udang. Saya membeli emping dan kerupuk udang yang masih mentah di pasar. Istri saya yang menggorengnya.

Saya membungkusnya dengan plastik. Bungkusan tersebut saya press rapi dengan bantuan alat laminating yang saya beli di Makro Cibitung. Emping tersebut dan kerupuk udang tersebut selanjutnya saya titipkan di beberapa warung dan kafe tempat saya bekerja. Hasilnya lumayan buat makan sehari hari. Lagi pula saya bisa mengalihkan perhatian sejenak dari masalah yang kian menghimpit.

Kira kira dua minggu sebelum kios akan dinyatakan hangus, saya kembali memasang iklan di Pos Kota. Iklan tersebut saya pasang selama tiga hari. Alhamdulillah ada saja yang menelepon. Salah satu yang menelepon adalah seorang Ibu dari daerah Cibubur. Kami pun membuat janji bertemu di Tamini Square.

Alhamdulillah, setelah melihat posisi kios dia merasa cocok. Tawar menawar harga pun kami lakukan. Transaksi yang saya lakukan di depan kios tersebut pun akhirnya deal. Ibu tersebut memberikan tanda jadi. Sementara sisa pembayarannya akan dilakukan setelah bertemu dengan pihak marketing Tamini.

Saya senang sekali saat itu. Beberapa berkas yang berhubungan dengan kios saya serahkan ke Ibu tersebut. Maksud saya sebagai pendukung saat bertemu dengan developer. Toh..dia sudah memberikan tanda jadi. Sayapun pulang dengan hati berbunga bunga serasa tidak sabar ingin mengabarkan hal ini kepada istri saya.

Hari pun berganti. Tiga hari setelah transaksi tersebut, saya heran kenapa Ibu tersebut tidak menghubungi saya lagi. Saya sudah berusaha telpon berkali kali, namun selalu tidak diangkat. Saya juga berusaha menghubungi ke rumah, tapi seperti menghindar. Aneh, bukankah dia sudah membayar tanda jadi. Hati saya merasa nggak enak. Nampaknya ada yang tidak beres.

Akhirnya setelah berjuang keras, dia mau menerima telpon saya di rumahnya. Saat itu dengan berat hati dia membatalkan pembelian kios saya tersebut. Berbagai alasan diungkapkannya. Badan saya langsung lemas. Ketakutan saya terjadi juga. Saya berusaha meyakinkan kembali. Namun hasilnya sia-sia. Keputusannya sudah final. Walaupun begitu, saya sempat mengirimkan sms yang berisi penawaran yang lebih menarik. Harga saya turunkan dari sebelumnya dengan sistem pembayaran yang lebih ringan. Namun sayang, sms tersebut tidak
dia respon sama sekali.

Hati saya benar benar gundah. Toleransi waktu yang diberikan pihak Tamini tinggal beberapa hari saja. Terus terang saya panik. Dalam kondisi tersebut, saya kembali berusaha menelepon para calon peminat yang pernah menelepon saya. Tentu saja harganya saya turunkan. Saya juga menghubungi beberapa teman untuk mengambil alih. Namun mereka rata rata merasa berat melanjutkan cicilannya. Maklumlah saat itu saya juga belum bergabung dengan komunitas bisnis seperti TDA yang luar biasa ini.

Malam hari sebelum hari terakhir, saya mengajak istri saya berbincang. Intinya saya minta keiklasan dia. Saya berbicara dengan sangat hati hati. Saya katakan betapa saya cukup bersyukur dengan kondisi saat itu. Bersyukur dengan berbagai karunia yang melimpah. Mulai dari kebersamaan yang terjalin, anak yang sehat, termasuk harapan dan semangat yang masih hidup. Saya mengajak istri saya untuk ikut bersyukur, dan mengikhlaskan perihal kios tersebut.

Saya juga menjelaskan betapa saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Ternyata hasilnya memang belum sesuai yang diharapkan. Saya juga bertekad setelah peristiwa ini, saya akan lebih hati hati dalam mengambil keputusan. Istri saya sempat menangis. Bagi kami nilai uang yang akan hangus tersebut sangat besar. Walaupun berat, istri saya nampak berusaha untuk mengiyakan. Kami pun bertekad untuk memulai lagi semuanya. Bukan hanya dari nol, tapi bahkan dari minus. Mengingat kami terlibat hutang yang cukup banyak.

Dalam sholat malam yang saya dirikan, saya hanya bisa pasrah. Saya tidak kuasa lagi meminta apa apa. Hati saya saat itu sudah ikhlas. Let it Go. Let it God. Saya serahkan semuanya kepada-Nya. Saya sudah berusaha sebaik-baiknya. Saya yakin Tuhan selalu memberikan yang terbaik buat hamba-Nya. Mungkin Tuhan punya skenario terbaik buat saya.

Esok paginya, jam setengah delapan pagi, saya bersiap ke Tamini Square. Saya merencanakan untuk berada disana sampai malam. Hari tersebut adalah kesempatan terakhir saya. Hari itu jatuh tepat hari Sabtu. Jika saya tidak mendapatkan pembeli, maka kios secara hukum akan hangus. Kepemilikannya akan kembali ke developer dan uang saya tidak sedikitpun bisa kembali.

Saya sempat menghubungi seorang teman via sms, siapa tahu dia berminat dan mengajaknya bertemu di Tamini Square. Kebetulan saya juga sudah ada janji untuk bertemu Ibu yang membatalkan pembelian. Saya minta dia untuk mengembalikan berkas kios. Mungkin dia tidak akan datang. Namun dia berjanji, jika tidak bisa datang, dia akan mengutus seseorang untuk menemui saya dan menyerahkan berkas itu.

Beberapa menit sebelum saya berangkat, tiba tiba handphone saya berdering. Ternyata dari Ibu yang batal beli kios. Dengan berdebar debar saya angkat handphone saya. Percakapan pun terjadi antara kami : "Halo Mas Faif, saya berubah pikiran, saya berniat membeli kios mas Faif kembali, apakah masih bisa ?''. Pertanyaan tersebut saya jawab secara reflek tanpa pikir panjang. Walaupun dia meminta sistem pembayaran dengan angsuran, saya langsung menjawab : "Ya, bisa."

Subhanallah, setelah malam sebelumnya saya menyatakan Let it God. Ternyata jawaban Tuhan sungguh luar biasa. Ketika saya telah "melepaskan" justru hasilnya di luar dugaan. Ini benar benar pelajaran yang amat membekas di hati saya.

Selesai pembicaraan di telpon saya tertegun setengah tidak percaya. Ini benar benar keajaiban yang saya alami. Padahal Ibu tersebut tidak tahu sama sekali kalau hari tersebut adalah deadline bagi saya. Singkat cerita, transaksi pembelian kios tersebut kami lakukan siang itu juga di hadapan Marketing Tamini. Karyawan Tamini tersebut sampai geleng geleng kepala. Benar benar injury time. Hanya beberapa jam sebelum Kantor Tamini Square tutup.

Hati saya benar benar tenang ketika saya menerima uang muka sebesar 10 juta. Sisa pembayaran akan diangsur sesuai kesepatakan dalam surat perjanjian yang kami buat. Setelah transaksi tersebut, saya melakukan sujud syukur di masjid. Rupanya inilah skenario yang disiapkan Tuhan untuk saya. Dia maha tahu apa yang terbaik buat hamba-Nya.

Walaupun saya tetap merugi secara finansial, namun saya mendapatkan pelajaran yang amat berharga. Uang saya juga tidak sepenuhnya hilang. Uang hasil penjualan tersebut saya pakai untuk menutup 4 kartu kredit saya. Sengaja saya sisakan satu kartu kredit buat jaga jaga saja. Saya sungguh sungguh belajar dari pengalaman ini.

Dengan sangat sedikit dana yang tersisa, sayapun mulai lagi dengan semangat baru. Puji syukur kepada Allah atas segala rahmat dan karunia yang luar biasa ini.

Semoga terinspirasi.

Salam
Faif Yusuf
Posted by: "Faif Yusuf" faifyusuf@gmail.com   faif_yusuf
Thu Aug 30, 2007 5:37 pm (PST)
http://faifyusuf.com <http://faifyusuf.com/>

0 komentar: